“Zoom dengan Presiden, Lupa dengan Rakyat?”

Catatan kecil dari pelapak BCM CFD Taman Blambangan

OPINI PUBLIK

Oleh: Redaksi

Ada momen kecil tapi menyentuh hati pada Minggu pagi, 5 Oktober 2025, usai upacara peringatan Hari Ulang Tahun TNI ke-80 di Taman Blambangan. Saat sebagian pejabat daerah menegakkan hormat pada simbol negara, sekelompok perempuan dari Persit Kartika Chandra Kirana Kodim 0825 Banyuwangi 1justru menegakkan empati, dengan tangan yang nyata memberi, bukan sekadar melambai.

Tiga puluh paket sembako sederhana disiapkan bagi pelapak DI Banyuwangi Creative Market (BCM), para pelaku UMKM yang saban Minggu pagi menyalakan semangat ekonomi rakyat di kawasan Car Free Day (CFD) Taman Blambangan.

Sedianya, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dijadwalkan menyerahkan paket pertama, sebuah simbol kecil yang sebenarnya bisa bermakna besar: kehadiran pemerintah di tengah rakyat kecil. Namun, tak lama setelah upacara selesai, ketika langkah Forkopimda diarahkan ke lapak BCM, Bupati memilih bergegas pergi dengan alasan akan melakukan Zoom Meeting bersama Presiden Prabowo.

Kita tidak sedang ingin memperdebatkan penting tidaknya rapat daring dengan Presiden. Tapi publik Banyuwangi tentu berhak bertanya, apakah benar sesingkat itu waktu yang tersisa untuk sekadar menyalami rakyatnya? Untuk menatap mata para pelapak kecil yang menanti uluran tangan simbolis dari pemimpinnya sendiri?

Sebaliknya, istri Dandim 0825 Banyuwangi, Letkol (Arm) Triyadi Indrawijaya, tanpa banyak seremoni, memimpin langsung pembagian bantuan bersama para anggota Persit. Dengan penuh ketulusan, mereka menyerahkan sembako kepada para pelapak BCM, tanpa kamera berlebihan, tanpa naskah sambutan, tanpa protokol panjang.

Itulah wajah pengabdian yang sejati: sederhana tapi bermakna.

Dalam sambutannya, Dandim Triyadi mengutip semangat tema HUT TNI ke-80:

“TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju bukan sekadar slogan. TNI harus hadir bersama rakyat lewat kepedulian sosial.”

Pesan itu terdengar nyaring, bukan hanya untuk jajaran TNI, tapi juga bagi siapa pun yang mengemban amanah kekuasaan. Bahwa kemajuan bukan diukur dari berapa banyak rapat daring yang dihadiri, tetapi dari berapa sering pemimpin turun menjejak tanah tempat rakyatnya berdiri.

Kehadiran Ibu Persit dan jajaran Kodim di tengah pelapak BCM bukan sekadar kegiatan sosial, melainkan cermin dari nilai kemanusiaan yang mulai langka di tubuh birokrasi. Sementara sebagian pejabat sibuk memperhalus kalimat di layar Zoom, mereka memperhalus rasa dengan tindakan nyata.

Ketua BCM, Rachmad Hidayat, S.Kom, bahkan menyebut aksi itu “memicu semangat baru bagi para pelaku UMKM.” Dan Hakim Said, S.H., selaku pendamping BCM dan Ketua Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK), menegaskan bahwa “TNI telah memberi contoh sinergi sosial yang menyentuh akar masyarakat.”

Mungkin, di titik inilah rakyat bisa membedakan: mana pemimpin yang hadir karena protokol, dan mana yang hadir karena nurani.

Sebab, dalam konteks Banyuwangi hari ini, rakyat tak menuntut banyak. Mereka tak meminta janji investasi atau proyek mercusuar. Yang mereka rindukan hanyalah tangan yang mau menyapa, mata yang mau menatap, dan hati yang mau memahami.

Dan Minggu pagi itu, di bawah rindang Taman Blambangan, empati itu justru datang bukan dari panggung utama kekuasaan, melainkan dari barisan sederhana berseragam hijau muda.

Karena kadang, kemanusiaan tak butuh Zoom untuk terhubung.
Yang dibutuhkan hanya sedikit waktu… dan kehadiran yang tulus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *